Bangga Surabaya – Pelayanan kesehatan di Surabaya menjadi salah satu perhatian Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam mengembangkan Kota Pahlawan. Kini, Surabaya menjadi kota wisata kesehatan dan semakin mengukuhkan diri sebagai Kota Paliatif pertama di Indonesia.
Perawatan paliatif ini adalah pelayanan kepada pasien yang penyakitnya sudah tidak bereaksi terhadap pengobatan kuratif atau tidak dapat disembuhkan secara medis (stadium akhir). Di Surabaya, sejak tahun 2010 sudah dicanangkan Kota Paliatif, sehingga berbagai program yang khusus menangani paliatif, terus dikembangkan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Febria Rachmanita menjelaskan, setelah adanya pencanangan itu, Dinkes terus melakukan berbagai inovasi program. Setidaknya sudah ada 13 program dan inovasi paliatif yang telah dilakukan oleh Dinkes Surabaya.
“Kami meningkatkan kapasitas dan keterampilan dalam perawatan pasien kanker (respite care) bagi petugas puskesmas, keluarga pasien dan kader (care giver),” kata Febria.
Selain itu, Pemkot Surabaya sudah membangun Taman Paliatif yang biasanya dipenuhi pasien paliatif setiap Sabtu dan Minggu. Di taman itu, tim dokter dari rumah sakit pemerintah dan swasta melakukan pemeriksaan kepada pasien-pasien paliatif.
“Kami juga menyediakan layanan paliatif di 63 puskesmas, di rumah sakit juga kami sediakan pelayanan paliatif. Bahkan, di 63 puskesmas itu kami bentuk kader paliatif serta kami layani pemeriksaan IVA dan kryoterapi,” tegasnya.
Febria juga menjelaskan bahwa ada Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa susu bagi 800 pasien paliatif dewasa dan 25 pasien paliatif anak (usia 1–10 tahun) setiap bulan sekali. Penderita paliatif juga diberi permakanan dan ditambahkan pula dengan pemberian kartu PBI.
“Kami juga rutin memberi Vaksin Human Papillomavirus (HPV) untuk siswi Sekolah Dasar (SD) kelas 5 dan 6,” ujarnya.
Sedangkan untuk pelayanan konsultasi bagi psikologi, para pasien juga dilayani di puskesmas-puskesmas. Bagi yang tidak bisa ke puskesmas, disediakan pula pelayanan Homecare. “Kami juga ada program rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh atau Bedah Rumah bagi Pasien Kanker, sehingga kesehatannya bisa terjaga,” imbuhnya.
Dengan berjalannya waktu, pada 2017, Wali Kota Surabaya mengeluarkan Surat Keputusan Wali Kota Surabaya No. 188 188.45/44/436.1.2/2017 untuk membentuk Tim Paliatif Kota Surabaya. Satu tahun setelahnya, Surat Keputusan itu diperbaharui menjadi Surat Keputusan Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/17/436.1.2/2018.
Tugas dari tim ini adalah melaksanakan bimtek perawatan paliatif, membantu pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan bagi penderita paliatif, melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait, dan melaporkan hasil pelaksanaan kepada Wali Kota Surabaya.
Berbagai program dan inovasi itu, ternyata didengar dan diapresiasi di tingkat internasional. Alhasil, Kota Surabaya didaulat menjadi tuan rumah kongres paliatif internasional bertajuk The 13th Asia Pasific Hospice and Palliative Care Conference (APHC) 2019. Kongres yang digelar pada 1 – 4 Agustus 2019 itu diikuti oleh dokter dan ahli-ahli paliatif dari 26 Negara.
Dipilihnya Kota Pahlawan menjadi tuan rumah setelah sebelumnya menang bidding melawan India di Vietnam. Selain itu, lantaran organisasi dan program layanan perawatan paliatif di Surabaya telah dikenal maju.
Ketua Komite Pelaksana APHC 2019, Dr. Dradjat R. Suardi, SpB.Onk mengatakan, Kongres Paliatif Internasional ini merupakan kongres paliatif yang pertama kali diadakan di Indonesia, dan Surabaya dipilih karena penanganan paliatifnya dinilai sangat menonjol dibanding dengan daerah-daerah lain. Kongres dua tahunan ini diselenggarakan bersama-sama dengan Masyarakat Paliatif Indonesia (MPI) dan Jaringan Perawatan Paliatif Asia Pasifik (APHN). “Kongres ini dihadiri oleh 800 peserta dari 26 negara di penjuru dunia,” kata Dradjat.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pemangku kepentingan karena mempercayakan Surabaya sebagai tuan rumah. Ia menjelaskan bahwa memang sejak awal memberi perhatian dalam bidang kesehatan, sehingga berbagai inovasi dilakukan dalam bidang ini.
“Dengan berbagai inovasi itu, tahun 2010 Surabaya menjadi kota paliatif pertama di Indonesia,” pungkasnya. (*)