Adalah Leonika Sari Njoto Boedioetomo, perempuan kelahiran Surabaya itu berhasil menyelamatkan banyak nyawa melalui aplikasi Reblood. Leo – begitu biasa disapa, bersama kawan-kawannya menjalankan misi kemanusiaan itu. Ia mulai merintis Reblood sepulang dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada 2014 untuk mengikuti kursus singkat. Sejak awal dirintis hingga sekarang, kurang lebih 15.000 orang telah menggunakan aplikasi ini.
“Dari 15 ribu orang, mungkin sekitar 40-50% yang diterima Reblood untuk bisa mendonorkan darahnya. Kita bersyukur banyak yang respon, tapi tidak semua bisa donor. Harus dicek sedetail mungkin dan nggak sembarangan,” ujar Leo saat dihubungi Tim Bangga Surabaya melalui telepon selulernya pada Selasa, (30/10/2018).
Dijelaskan Leo, filosofi kata Reblood berasal dari “re” yang dalam bahasa Inggris berarti berulang sedangkan “blood” artinya darah. Jadi, Reblood adalah kegiatan donor darah yang harus dilakukan secara berulang sehingga mampu menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan darah di Indonesia. “Awal kepikiran buat aplikasi ini karena di ITS itu banyak keluarganya anak-anak yang butuh donor darah, akhirnya munculah Reblood,” ungkapnya.
Melalui aplikasi Reblood, Leo menuturkan, para pendonor yang telah melakukan registrasi, dapat mengetahui jadwal dan tempat donor darah terdekat dari lokasi mereka. Adapula tambahan fitur “coupon” dan “redeem coupon”. Fitur tersebut, lanjutnya, bertujuan untuk meningkatkan intensitas pendonor dalam mendonorkan darahnya. Jadi, semakin sering donor darah, akan semakin banyak pula kupon yang didapatkan. “Kupon-kupon tersebut dapat ditukar dengan voucher belanja di Tokopedia, Go-Pay credit, voucher Indomaret, dan masih banyak lainnya,” tutur perempuan alumni Institut Teknik Sepuluh Nopember (ITS) tersebut.
Lebih lanjut, aplikasi ini bersifat edukatif karena dilengkapi dengan kumpulan artikel kesehatan yang membahas tentang keutamaan dan manfaat dari donor darah serta fakta dan cerita menarik para pendonor darah. Dikatakan Leo, donor darah merupakan salah satu gaya hidup sehat yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi anak-anak muda.
Menurutnya, tantangan terbesar dalam mengembangkan Reblood adalah mengajak anak-anak muda untuk menjadi pendonor. Menyadari hal itu, dirinya dan tim gencar melakukan kolaborasi bersama influencer-influencer muda berbakat sekaligus mengadakan acara musik bertajuk kepedulian sosial dengan cara berdonor darah. Salah satunya, bekerjasama dengan co-working space atau koridor di Surabaya. “Koridor juga cukup sering dilakukan demi mengedukasi masyarakat, terutama anak-anak muda tentang pentingnya donor darah,” tutur Leo.
Perempuan yang akhir tahun lalu mendapatkan penghargaan Startup Pilihan Tempo berharap, dengan adanya aplikasi ini, tidak ada lagi kekurangan darah di Indonesia. Bahkan, ke depan semakin banyak lagi anak muda yang donor dan menjadikan hal ini sebagai gaya hidup yang sehat.
Lebih jauh, sebagai seorang sociopreneur yang baru saja merintis startup, Leo menyadari bahwa Reblood banyak mengubah hidupnya. Selain menjadi semakin sibuk karena harus mengunjungi berbagai kota di Indonesia, Leo juga menjadi semakin dikenal orang karena inovasinya. Walaupun tidak mudah menjadikan Reblood sebagai aplikasi berbasis nilai-nilai sosial yang berkesinambungan, Leo tetap gigih berusaha.
“Sudah saatnya anak-anak muda Indonesia melepaskan pola pikir kuno, yaitu pikiran bahwa setelah lulus kuliah harus bekerja di perusahaan tertentu. Mulai aja dari masalah sekitar, pasti banyak kesempatan yang bisa dimanfaatkan dari sana,” tandasnya. (Catleyya)