Bangga Surabaya – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 26 Surabaya membuat kantin apung bagi siswa-siswinya saat jam istirahat. Kantin yang terletak di area belakang sekolah ini dulunya rawa-rawa dengan sudut penuh tumpukan sampah. Hal ini menyebabkan terjadi genangan air apabila hujan turu karena aliran air menuju sungai tersumbat, lalu meluber ke area kelas dan masuk ke dalam ruangan.
Eko Widayani selaku Wakasek Kesiswaan SMPN 26 menyampaikan. agar kelas tidak kebanjiran saat jam pelajaran pihak sekolah mencetuskan ide membuat sumur serapan untuk mengurangi dampak banjir saat hujan lebat. Selain itu, lanjut dia, pihak sekolah juga membuat sumur serapan di area rawa-rawa tersebut.
“Kami juga membuat sebuah area kantin dengan konsep apung,” ujar Eko saat ditemui tim banggasurabaya pada, Kamis, (30/8/2018).

Disampaikan Eko, rawa-rawa tersebut dikeruk lalu dibuat kolam. Kolam itu, kata dia, diberi pilar-pilar penyangga dari kayu dengan pondasi semen dan batu. Kemudian, pilar-pilar tersebut menyangga sebuah bangunan mirip pendopo yang terdiri dari lorong-lorong terbuka dengan pagar-pagar kayu di sisi-sisi lorong “Tujuannya mengantisipasi murid-murid agar tidak terjatuh ke dalam kolam,” terangnya.
Pada dasar kolam, Eko memberikan tambahan beberapa jenis ikan seperti ikan mas, ikan nila dan ikan gabus yang dapat di panen hasilnya. Namun, Eko mengaku ada beberapa penghuni asli yang masih suka muncul di dalam kolam seperti biawak.
“Maklum lah, namanya juga bekas rawa-rawa” ujar guru yang merupakan salah satu pencetus gerakan Go Green di SMP tersebut.

Dari pantauan tim banggasurabaya, selama berada di kantin, para siswa harus melepas sepatu dan membawa tas berwarna hijau, jingga atau merah yang berisikan sepatu. “Tas warna itu disesuaikan dengan kelasnya supaya tidak tertukar dan lebih terlihat rapi,” ujarnya.
Lebih lanjut, saat makanan para siswa tidak habis, mereka dapat membuangnya langsung ke kolam agar dapat dimakan ikan atau mengumpulkannya untuk dijadikan bahan takakura sebagai campuran pupuk kompos yang diproduksi sendiri.
Sedangkan pedagang di kantin, hanya menyajikan makanan dengan wadah piring atau mangkok dan gelas kaca untuk minumannya. Menurut Eko, di kantin apung tidak ada penjual yang menyediakan makanan atau minuman dengan kemasan plastik. “Ini dilakukan untuk mengurangi limbah sampah plastik di sekolah. Kita ingin zero plastik,” tegasnya.
Anton Setiawan selaku Ketua Lingkungan SMPN 26 menambahkan, para siswa tidak hanya diperbolehkan makan dan minum ketika jam istirahat namun juga dapat mengerjakan tugas atau melakukan proses belajar mengajar (PBM), sesuai ketentuan guru masing-masing. “Di kantin apung juga disediakan lemari berisi buku yang dapat mereka baca saat istirahat,” terangnya.
Kantin yang sudah berjalan selama 9 tahun ini masih diteruskan kegunaannya oleh kepala sekolah saat ini, Bapak Akh. Suharto. Bahkan, kantin apung yang telah mengantarkan SMPN 26 meraih predikat sekolah adiwiyata tingkat nasional ditahun 2012 ini terus diperbaharui, salah satunya dengan di bangunnya kelas literasi di seberang kolam dan taman refleksi di jalan setapak menuju kantinnya. (Lupita Nusantari).