Bangga Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus berupaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan. Hal ini tercermin sesuai dengan visi Kota Surabaya yaitu Mewujudkan Kota Sentosa yang Berkarakter dan Berdaya Saing Global Berbasis Ekologi. Dengan menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), yang tujuan utamanya mengurangi jumlah sampah yang akan dibuang di TPA. Terbaru, Pemkot Surabaya memanfaatkan larva untuk mengoptimalkan sistem pengelolaan sampah bekas limbah rumah tangga.
Dwija Warsito Koordinator Pusat Daur Ulang (PDU) Jambangan mengatakan teknologi Black Soldier Fly (BSF) ini merupakan cara mereduksi sampah bekas sisa makanan dengan memanfaatkan tentara lalat hitam. Tapi, lalat ini sedikit berbeda dengan lalat lainnya. Bentuk mereka sedikit memanjang dengan warna hitam pekat. Namun, bukan lalat tersebut yang membawa peruntungan, melainkan calon lalat yang masih berbentuk larva. Larva tersebut yang kemudian dimanfaatkan untuk mereduksi sampah.
“Larva itu mampu mereduksi sampah 80 persen berat sampah hanya dalam waktu 12 hari. Berbeda dengan teknik pengomposan yang butuh waktu minimal sebulan. Dan hanya 60 persen dari total sampah yang menjadi pupuk,” kata Warsito, saat ditemui di PDU Jambangan, Rabu, (15/08/18).
Disampaikan Warsito, teknik BSF ini mulai dikembangkan di PDU Jambangan sejak Oktober 2017. Teknologi urai sampah menggunakan BSF merupakan hasil kerjasama antara Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Forward-Swiss. Dari hasil ujicoba yang diterapkan, dalam satu kotak berisi 10 ribu larva, mampu mengurai limbah rumah tangga sebanyak 12 kilogram, dalam kurun waktu dua Minggu.
“Jadi kita awalnya dikasih bibit belatung (BSF) yang kecil, setelah lima hari itu kita kasih makan sampah organik. Contohnya seperti sisa bekas makanan. Dan hasilnya dalam satu kotak itu, mampu mengurai sampah dalam 12 hari,” ujarnya.

Sehingga, lanjut Warsito, sampah tersebut lebih mudah terurai dengan cepat. Sementara, untuk larva yang sudah berumur dewasa, kemudian dimanfaatkan untuk pakan ternak. Dari hasil penelitian di Singapura, BSF ini terdiri dari kurang lebih 35 persen protein, dan sekitar 30 persen lemak. Protein serangga ini memiliki kualitas yang tinggi dan menjadi sumber daya makanan bagi para peternak ayam dan ikan. Percobaan pemberian makan telah memberikan hasil bahwa larva BSF dapat dijadikan sebagai alternatif pakan yang cocok untuk ikan.
“Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Singapura, ternyata Larva ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi,” tutur Warsito.
Menurut Warsito, untuk proses pengembangbiakan lalat ini pun terbilang cukup mudah. Mereka hanya perlu diberikan makan berupa limbah bekas makanan. Satu ekor larva yang telah menjadi lalat pun mampu menghasilkan 300 hingga 400 telur. Sementara dari kotoran larva yang telah menjadi residu, bisa dimanfaatkan sebagai kompos organik.
“Jadi kita menggunakan teknologi ini dua langkah yang kita lalui. Untuk larva dewasanya, untuk makan ternak. Ikan juga bisa. Terus untuk kotorannya (residu), kita gunakan untuk kompos,” jelasnya.
Menurut Warsito, selama ini sampah yang ada di Surabaya cenderung kebanyakan limbah bekas rumah tangga. Teknik ini bisa diterapkan untuk menjadi salah satu solusi mengurangi limbah rumah tangga. Saat ini, teknologi ini telah diuji cobakan di dua RT Kelurahan Jambangan Surabaya. “Kemarin saja kita uji cobakan pada dua RT itu, mampu mengurangi sampah bekas makanan sebanyak 2,5 ton dalam satu bulan,” katanya.
Saat ini, kata dia, untuk larva yang sudah dewasa, oleh PDU Jambangan kemudian didistribusikan ke Taman Flora dan Taman Wonorejo untuk pakan ternak, seperti makanan ikan lele dan bebek. “Selama ini kan produksi kita masih sedikit. Sementara ini kita distribusikan ke Taman Flora dan Taman Wonorejo untuk pakan ternak,” imbuhnya.
Sementara itu, Kasi Pemanfaatan Sampah DKRTH Surabaya Khoirunnisa menyampaikan penggunaan larva dari serangga ini sebagai pengolah sampah merupakan suatu kesempatan yang menjanjikan. Karena larva BSF yang dipanen tersebut, dapat berguna sebagai sumber protein untuk pakan hewan. Sehingga dapat menjadi pakan alternatif pengganti pakan konvensional.
“Dari segi larvanya sendiri memiliki nilai ekonomis tinggi. Jadi diharapkan masyarakat juga ikut untuk mandiri. Otomatis sampah yang kita kelola bisa berkurang,” katanya.
Khoirunnisa menambahkan teknologi ini sebelumnya telah disosialisasikan ke Faskel se Surabaya. Dengan begitu diharapkan masyarakat juga turut andil dalam mengatasi permasalahan sampah yang selama ini menjadi momok di kota-kota besar seperti Surabaya. “Jadi diharapkan masyarakat juga ikut mandiri mengelolah sampah mereka sendiri, dengan menggunakan teknologi larva (BSF),” pungkasnya. (*)