Festival Surabaya Cross Culture 2018 merupakan event tahunan yang diadakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Event ini diikuti oleh beberapa peserta domestik dan mancanegara untuk menampilkan berbagai macam tarian dan budaya salah satunya peserta dari Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mereka menampilkan tarian Wisata Pasar Terapung.
Wini (21) salah satu penari asal Banjarmasin mengatakan, awalnya bisa tampil dalam pagelaran lintas budaya ini diawali ketika sanggar Seni Nuansa ditunjuk Dinas Pariwisata Kota Banjarmasin untuk berangkat ke Surabaya.
“Awalnya sanggar kami adalah anggar seni dan sudah bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Kota Banjarmasin. Dari situ kami diminta tampil di Surabaya,” tutur Wini di lobby balai kota beberapa waktu lalu.
Sanggar ini, kata Wini, mengirim 10 orang penari untuk unjuk kebolehan di SCCF 2018. Ini merupakan kali pertama Kota Banjarmasin berpartisipasi. Sebelumnya, tahun 2017 peserta domestik berasal dari Provinsi Jawa Barat , Aceh, dan Bali.
Disampaikan Wini, alasan peserta menampilkan tarian tradisional Wisata Pasar Terapung karena Kota Banjarmasin adalah kota yang terkenal dengan Wisata Seribu Sungainya. Lalu, lanjut Wini, tarian ini menggambarkan seorang wanita yang berjualan di atas perahu, maka tarian inilah yang akhirnya dipilih.
“Mereka biasanya menyebut perahu ini dengan sebutan “jukung” atau “klotok”. Jukung ini dibiarkan mengapung saat mereka bertransaksi dengan pembeli,” jelas perempuan kelahiran Banjarmasin tersebut.

Tidak hanya itu, para penari Banjarmasin juga menyedot perhatian penonton dengan wajah yang tertutup oleh bedak dingin yang dibiarkan sampai kering. Menurut, perempuan yang berkuliah di Universitas Lambung Mangkurat ini, bedak dingin tersebut berfungsi untuk melindungi wajah dari paparan sinar matahari.
“Di saat para penjual menjajakan dagangan mereka, tak bisa dipungkiri panas sengatan matahari pasti mengenai wajah mereka,” imbuhnya.
Ditanya kegemaran lain selama berada di Surabaya, Wini sangat menyukai kuliner yang ada di Surabaya seperti sate, rawon dan soto. Namun, dirinya lebih menyukai makanan sate meskipun berbeda dengan sate yang ada di Banjarmasin. “Sate di Banjarmasin ukurannya lebih kecil dan sambalnya lebih halus serta tidak menggunakan bumbu saos kacang,” ujar Wini. (Novem Iryani)