Sebagai Kota Pahlawan, tidak heran jika Surabaya menyimpan segudang penuh cerita perjuangan arek-arek Suroboyo saat melawan Belanda yang telah menjajah Indonesia selama ratusan tahun pun. Dibalik kenangan pahit itu, negara Kincir Angin meninggalkan bangunan bersejarah, yaitu De Javasche Bank (DJB) yang menjadi saksi sejarah panjang perbankan di Indonesia.
Jika di cari di mesin pencarian, mungkin ada banyak artikel yang mengaitkannya dengan Bank Indonesia (BI), lalu apa sih hubungannya De Javasche Bank dengan Bank Indonesia?
Bambang Suhasnowo selaku pengelola dan manajer DJB menuturkan, Bank Indonesia sempat beroperasi di Gedung DJB sambil menunggu pembangunan gedung BI yang ada di jalan Pahlawan. Tanggal 1 Juli 1953, De Javasche Bank berubah menjadi Bank Indonesia dan resmi menjadi cagar budaya pada tahun 2012. “Itu sebabnya beberapa orang sempat salah mengira bahwa gedung ini adalah kantor dari Bank Indonesia,” ujarnya saat ditemui tim bangga surabaya di lokasi, pada Senin (16/7/2018).
Bahkan, lanjut Bambang, DJB bukan museum bank Indonesia sebab satu-satunya museum Bank Indonesia berada di Jakarta. Menurutnya, gedung ini lebih tepat disebut sebagai bangunan cagar budaya De Javasche Bank. Sebab, banyak koleksi peninggalan yang dikirim di tempat ini. “Banyak orang salah kaprah menyebutnya sebagai museum,” imbuhnya.
Dijelaskan Bambang, DJB didirikan tahun 1928 di Batavia. Gedung berarsitektur konservatif neo renaissance di jalan Garuda No.1, ini merupakan perwakilan yang ada di Batavia dan dibangun tahun 1929 dengan dilengkapi ukiran Jepara di setiap pilarnya.
Gedung bersejarah ini lanjut Bambang, terbagi menjadi tiga lantai, pertama, ruang basement (ruang bawah tanah) untuk menyimpan uang, emas, serta dokumen, lantai dua untuk kantor dan teller, serta lantai paling atas untuk tempat dokumentasi.
“Dulu, hanya terdapat satu pintu masuk, yaitu pintu putar untuk nasabah dan petugas bank yang ada di lantai dua, uniknya, sekarang pintu masuk cagar budaya ini berada di basement,” terangnya.
Disampaikan Bambang, gedung cagar budaya DJB memiliki beberapa keunikan salah satunya CCTV berbentuk kaca datar yang dipasang di sudut-sudut, sehingga petugas keamanan bank tidak perlu mengitari lorong ruangan melainkan cukup memantau dari depan dan melihat bayangan melalui kaca-kaca sudut tersebut.
“Fungsi CCTV tradisional ini untuk memantau teller di lorong bagian belakang yang terdapat brankas milik De Javasche Bank agar tidak melakukan kejahatan, bahkan saking ketatnya keamanan zaman dulu, para teller juga harus mengenakan pakaian tanpa kantong,” jelas Bambang.
Lebih lanjut, ketatnya keamanan dikarenakan DJB menyimpan 60 ton emas batangan yang bernilai hampir Rp 6 miliar batangnya di dalam brangkas bawah tanah. Selain CCTV, DJB juga mempunyai AC alami pada zamannya serta kaca patri yang belum pernah pecah hingga saat ini. Konon kerajinan turun temurun di Eropa tersebut bisa ditemukan hanya di beberapa Negara saja.
Bambang Menambahkan, kunci sukses kokohnya bangunan peninggalan Belanda terletak pada perhitungan bahan yang pas untuk digunakan. Untuk itu, dirinya mengajak warga lokal agar mau melestarikan cagar budaya yang ada di Surabaya.
“Tidak rugi menyempatkan waktu untuk melihat gedung peninggalan sejarah ini karena gratis sekaligus bagus untuk edukasi bagi pelajar dalam mengenal sejarah kotanya sendiri,” tandasnya. (Astrid Hidayanti)