Bangga Surabaya – Penyandang tuli merupakan kondisi seseorang dimana mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran yang dimiliki. Hal ini yang menghambat komunikasi dengan orang sekitar karena kurang begitu mengerti cara berkomunikasi dengan penyandang tuli.
Bunga Islami, penyandang tuli tergugah untuk mendirikan Komunitas Arek Tuli Surabaya (Kartu) dan kini hadir ditengah-tengah masyarakat. Bersama teman-temannya yang memiliki nasib serupa, komunitas ini diharapkan mampu meningkatkan komunikasi antara penyandang tuli dan masyarakat menggunakan Bahasa isyarat.
“Jadi komunitas ini tujuannya mengajak sekaligus mengajarkan Bahasa isyarat kepada teman-teman tuna rungu dan orang pada umumnya di luar sana supaya bisa berkomunikasi dengan lancar,” ujar Bunga saat ditemui di Cafe kawasan Surabaya Selatan.
Berdiri sejak 23 Oktober 2016 lalu, berdirinya komunitas ini berawal dari hambatan yang sering dirasakan penyandang tuli seperti halnya susah berkomunikasi dan muncul perasaan tidak percaya diri ketika berada ditengah masyarakat. “Ini yang membuat kami berinisiatif untuk membentuk sebuah komunitas yang bertujuan mewadahi penyandang tuli atau orang normal untuk belajar berkomunikasi bersama,” terangnya.
Komunitas ini memiliki 50 anggota yang berasal dari berbagai macam usia. Ada anggota yang usianya masih dibawah 17 tahun, masih sekolah, kuliah hingga ada yang sudah kerja pun ikut bergabung. Bunga yang juga menjabat sebagai Ketua mengatakan kriteria utama menjadi relawan adalah anak-anak muda di Surabaya dan harus aktif kegiatan.
Kurang lebih dua tahun berdiri, setidaknya komunitas ini sudah mengadakan beberapa kegiatan seperti, kelas Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo), seminar Anakku Tuli dan I Love You yang pernah diselenggarakan tahun lalu.
Sosialisasi Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) sendiri rajin digelar oleh komunitas ini dalam acara Car Free Day setiap minggunya. Mereka sering berkumpul di Taman Bungkul untuk berbagi dan belajar bersama mengenai Bisindo. Selain itu, mereka diajak praktik secara langsung untuk berkomunikasi dengan penyandang tuli yang hadir didalamnya.
Dikatakan Bunga, selain membantu penyandang tuli, mereka juga ingin menyadarkan para orang tua agar tetap berkomunikasi dan peduli dengan anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti penderita tuli. “Tak kalah penting, memberikan dukungan sepenuhnya untuk tumbuh kembang sang anak,” tandasnya.
Kehadiran komunitas ini mendapat respon positif ditengah masyarakat Surabaya. Kebanyakan dari warga merasa senang dan mendukung komunitas ini. Adapula yang ingin belajar Bahasa Isyarat serta hal positif lainnya.
Khususnya bagi penyandang tuli agar mendapatkan akses informasi yang jelas, Bunga meminta agar mereka difasilitasi juru penerjemah dan memberikan running text di media TV serta berbagai macam jenis metode atau cara untuk teman-teman penyandang tuli lainnya. “Jadi tidak hanya melalui suara saja namun ada visualnya juga,” imbuhnya.
Di akhir pertemuan, Bunga percaya bahwa orang penyandang difabel memiliki hak yang dan derajat yang sama dimata Tuhan. Jadi kalian (orang normal) seharusnya memandang kami sebagai orang yang sama seperti kalian,” tandasnya. (Rafida Saffanah)