
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melakukan penandatanganan nota kesepakatan (Mou) dengan perusahaan Pembangkit listrik Jawa Bali (PJB) terkait pengembangan energi terbaru dan terbarukan serta teknologi ramah lingkungan di Surabaya, Senin (23/10/2017).
Hadir dalam acara tersebut Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Joni Hermana, Direktur Utama Pembangkit Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firsantara dan Wali Kota surabaya Tri Rismaharini beserta jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
Dalam sambutannya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengucapkan terima kasih kepada PT. PJB dan rektor ITS yang telah membantu Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mewujudkan kota yang ramah lingkungan atau yang biasa disebut Smart city. “Sekali lagi kami sangat berterima kasih sekali karena ini sangat mendukung program pemkot surabaya sendiri,” kata Risma di kantor pusat PJB Jl. Ketintang baru no 11.
Dikatakan wali kota, ke depan jumlah penduduk termasuk kebutuhan lahan dan pangan serta kebutuhan yang lain akan semakin banyak. Melihat hal itu, lanjut Risma, masyarakat diharapkan cerdas mengolala energi yang ada. Sebab, jika tidak maka ke depan akan mengalami kesulitan.
Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih atas terobosan yang dilakukan PJB kepada surabaya. “Ini langkah preventif, lebih baik mengantispasi sekarang dari pada nanti ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” ujarnya.
Lebih lanjut, wali kota perempuan di surabaya juga menjelaskan pengelolaan sampah di TPA Benowo yang sejak lama dikonsep dan direalisasikan wujudnya akhir tahun 2018 untuk menambah pasokan aliran listrik bagi PLN dan warga surabaya.
“Insyallah akhir tahun 2018 TPA yang ada di Benowo mampu menghasilkan 11 – 12 megawatt, saat ini komponen barang yang impor sudah 30 persen sebagian sudah datang, sedangkan konstruksi sudah hampir selesai,” ujarnya.
Sedangkan untuk persiapan lahan, wali kota sarat akan prestasi menegaskan bahwa di surabaya memiliki banyak lahan khususnya di wilayah barat. Namun, kata dia, pemilihan lahan terlebih dahulu melewati hasil survei dengan tim ITS dan PJB apakah memenuhi standar atau tidak.
“Ketimbang mereka kerja di atas gunung atau hutan, lebih baik kita survei dulu untuk memilih lokasi mana yang sesuai agar bisa dimaksimalkan untuk solar panel. Di samping jangkauanya yang mudah, dari segi biaya juga lebih murah,” urainya.

Sementara itu Direktur utama PJB Iwan Agung menambahkan, bentuk kerjasama antara PJB dan Pemkot Surabaya adalah membuat solar panel di beberapa daerah-daerah yang tidak digunakan. “Jadi dalam kerjasama ini, pemkot menyediakan lahan, lalu PJB menyediakan solar panel yang mana di dalamnya terdapat pendanaan sedangkan ITS menyediakan engenerring-nya,” jelas Iwan.
Ditanya soal jumlah megawatt yang mampu dihasilkan dalam satu lahan, Iwan mengatakan, satu hektare mampu menghasilkan 1 megawatt dengan mengeluarkan dana sekitar 1,2 juta dolar. “Nanti kita lihat dan kapasitas akan disesuaikan,” ucapnya.
Selain solar panel, kata Iwan, pemkot dan PJB berencana untuk memanfaatkan potensi-potensi lain yang mungkin bisa dijadikan sebagai energi listrik misalnya di sungai-sungai yang ada di surabaya. “Contohnya kali Jagir, itu aliran airnya masih bisa digunakan dengan melihat sisi potensi dan engineringnya,” pungkas Iwan.